BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mewujudkan
tujuan pendidikan nasional melalui proses yang disebut pembelajaran, tanpa
pembelajaran tujuan pendidikan mustahil tercapai, karena tanpa proses hasil
tidak mungkin dicapai
Kegiatan
proses pembelajaran diselenggarakan sebagai suatu usaha sadar dan terencana
sebagai suatu upaya meningkatkan kuualitas sumber daya manusia sehingga dapat
menjangkau ranah-ranah hasil pembelajaran, baik secara peningkatan dalam ranah
kognisi, afeksi dan ranah psikomotorik dalam bentuk perubahan sikap dan
prilaku. Sehingga setiap lembaga pendidikan perlu dikelola oleh mereka yang
memiliki kompetensi dalam membuat desain atau pola pembelajaran, sehingga dapat
dilakukan perubahan dan penyesuaian dan adanya inovasi dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran
merupakan proses transfer ilmu yang melibatkan sistem dalam dunia pendidikan
yaitu; guru/pendidik, peserta didik, materi, tujuan dan alat. Dalam
pembelajaran yang didesain atau direncanakan haruslah efektif dan efisien
sehingga tujuan pembelajaran tercapai dan diterima dengan baik oleh peserta
didik sehingga tujuan nasional pendidik
mampu dicapai dengan baik
Dalam
menyusun sebuah desain pembelajaran, konsep interaksi merupakan sesuatu cukup
dijadikan yang penting untuk diperhitungkan. Sistem yang berintegrasi dengan
baik akan mampu mencapai tujuan dengan maksimal, untuk memahami bagaimana
mendisain urutan pembelajaran yang benar maka akan dibahas dalam makalah ini
oleh penulis.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
cara mengurutkan content dalam meningkatkan pemahaman peserta didik
2. Bagaimana
mengembangkan strategi yang digunakan untuk mengurutkan unit tersebut
3. Kapankah
pengunaan content (urutan) tersebut
4. Apa
keuntungan penggunaan skema urutan menurut Kemp?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui cara mengurutkan content dalam meningkatkan pemahaman peserta didik
2. Untuk
mengetahui cara mengembangkan strategi yang digunakan untuk mengurutkan unit
tersebut
3. Untuk
mengetahui cara pengunaan content (urutan)
tersebut
4. Untuk
mengetahui keuntungan penggunaan skema urutan menurut Kemp
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DISAIN PEMBELAJARAN
Disain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri
dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari
analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels
& Richey, AECT 1994). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Morisson, Ross
& Kemp (2007) yang mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu proses
desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan
efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada
apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi,
sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode
manajemen.
Tujuan sebuah desain pembelajaran
adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain
muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
B. MODEL PEMBELAJARAN MORRISON ROSS AND KEMP
Model Kemp
oleh Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994 ), menurut Kemp rancangan
pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang kontinum.
Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model ini terdiri dari sembilan
komponen tahapan dan tidak mempunyai titik awal tertentu.
Tiap-tiap
langkah dalam rancangan pengembangan berhubungan secara langsung dengan
aktivitas revisi, sehingga memungkinkan sejumlah perubahan dari segi isi atau
perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama program berlangsung. Pada model
Kemp ini, seorang pengembang perangkat dapat memulai proses pengembangan dari
komponen yang manapun dalam siklus yang berbentuk bulat telur tersebut. Namun
karena kurikulum yang berlaku secara nasional berorientasi kepada tujuan
pembelajaran (komptensi dasar dan tujuan pembelajaran khusus), maka proses
pengembangan perangkat seyogyanya dimulai dari tujuan pembelajaran.
Kesembilan
komponen tahapan model Kemp tersebut adalah Instructional Problems (masalah
pengajaran), Learner Characteristics (karakteristik siswa), Task Analysis
(analisis tugas), Instructional Objectives (tujuan pengajaran), Content
Sequencing (urutan materi), Instructional Strategies (strategi pengajaran),
Instructional Delivery (cara penyampaian pengajaran), Evalution Instrumens
(instrumen evaluasi), dan Instructional Resources (sumber pengajaran).
Berdasarkan
uraian dari ketiga model rancangan pengembangan perangkat pembelajaran di atas,
pada dasarnya komponen-komponen dari ketiga model tersebut subtansinya sama,
kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terlalu prinsip. Ketiga model
itu bertujuan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar handal
dan berfungsi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Secara umum
rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model Kemp, J.E, Morrison, G.R,
dan Ross, S.M (1994: 9) digambarkan seperti pada Gambar 2.
![]() |
Gambar 2.
Perangkat Model Pembelajaran Morrison Ross and Kemp
Tahap-tahap
dalam mengembangkan perangkat pembelajaran menurut model Kemp, (1994:9)
dijelaskan sebagai berikut:
1. Instructional Problems (Masalah Pembelajaran).
Pada tahapan
ini dilakukan analisis tujuan berdasarkan masalah pembelajaran yang terdapat di
dalam kurikulum yang berlaku untuk bahan kajian yang akan dikembangkan
perangkatnya.
2. Leaner Characteristics (Karakteristik Siswa).
Pada tahap
ini dilakukan analisis karakteristik siswa yang akan menjadi tempat
implementasi perangkat. Karakteristik yang dimaksud meliputi ciri, kemampuan,
dan pengalaman baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sumber untuk
memperoleh karakteristik siswa antara lain guru, kepala sekolah atau dokumen
yang relevan. Ciri pribadi misalnya umur, sikap, dan ketekunan terhadap
pelajaran.
3. Task Analysis (Analisis Tugas)
Analisis
tugas merupakan perincian isi mata ajar dalam bentuk garis besar untuk
menguasai isi bahan kajian atau mempelajari keterampilan yang mencakup
keterampilan kognitif, keterampilan psikomotor, dan keterampilan sosial.
Analisis tugas ini meliputi analisis struktur isi, analisis prosedural,
analisis konsep, dan pemrosesan informasi. Analisis struktur isi dilakukan
dengan mencermati kurikulum sedangkan analisis prosedural adalah analisis tugas
yang dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sehingga
diperoleh peta tugas.
Analisis
konsep dilakukann dengan mengidenfikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan
dan menyusunnya secara sistematis sesuai urutan penyajian dan merinci
konsep-konsep yang relevan. Hasil analisis ini akan diperoleh peta konsep.
Analisis pemrosesan informasi dilakukan untuk mengelompokkan tugas-tugas yang
akan dilaksanakan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung dengan
mempertimbangkan alokasi waktu. Analisis pemrosesan informasi ini akan
menghasilkan cakupan konsep atau tugas yang akan diajarkan dalam pembelajaran
yang tertuang dalam satu rencana pembelajaran.
4. Instructional Objectives (Merumuskan Tujuan Pembelajaran)
Rumusan
tujuan pembelajaran adalah tujuan pembelajaran khusus (indikator hasil belajar)
yang diperoleh dari hasil analisis tujuan yang dilakukan pada tahap
masalah pembelajaran.
5.
Content Squencing (Urutan Materi
Pembelajaran)
Pada tahap
ini isi pokok bahasan yang akan diajarkan diurutkan terlebih dahulu. Menurut
Posner dan Strike (Kemp, 1994: 104) ada lima aspek yang perlu diperhatikan
dalam mengurutkan pokok bahasan yaitu pengetahuan prasyarat, familiaritas,
kesukaran, minat, dan perkembangan siswa. Setelah isi pokok bahasan diurutkan,
langkah selanjutnya adalah menentukan strategi awal pembelajaran.
6. Instructional Strategies (Strategi Pembelajaran)
Strategi
pembelajaran yang digunakan menggambarkan urutan dan metode pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Criteria umum untuk pemilihan strategi
belajar-mengajar yagn sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut
adalah:
- Efisiensi
- Keefektifan
- Ekonomis
- Kepraktisan, melalu suatu analisis alternative
7. Instructional Delivery (Cara Penyampaian Pembelajaran)
Metode penyampaian ditentukan berdasarkan tujuan dan lingkungan pembelajaran, yang dapat bersifat klasikal, kelompok, atau individual.
8. Evaluation Instrumens (Instrumen Penilaian)
Instrumen penilaian (tes hasil belajar) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan. Kriteria penilaian yang dilakukan adalah penilaian acuan patokan sehingga tes hasil belajar yang dikembangkan harus dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran khusus. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu :
- Siswa
- Program instruksional
- Instrumen evaluasi/tes
- Metode.
9.
Instructional Resources (Sumber Pembelajaran)
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam membuat media pembelajaran yang akan dipergunakan yaitu ketersediaan secara komersial, biaya pengadaan, waktu untuk menyediakannya dan menyenangkan bagi siswa.
10. Revision (Revisi Perangkat)
Revisi perangkat pembelajaran dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Revisi perangkat dilakukan melalui tahap telaah oleh para pakar, hasil simulasi pembelajaran, hasil uji coba I maupun hasil uji coba II.
11. Formative Evaluation (Penilaian Formatif)
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan setiap selesai satu unit proses pembelajaran. Penilaian ini berguna untuk menemukan kelemahan dalam perencanaan pembelajaran sehingga berbagai kekurangan ini dapat dihindari sebelum program dipakai secara luas.
12. Planning (Perencanaan) dan Project Management (Manajemen Proyek)
Aspek teknis
perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan rancangan pengembangan.
Merencanakan pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit sehingga menuntut
pengembang perangkat untuk selalu memperhatikan tiap-tiap unsur dan secara
terus menerus menilai kembali hubungan setiap bagian rencana itu dengan tata
keseluruhannya, karena setiap unsur dapat mempengaruhi perkembangan unsur yang
lain.
13. Summative Evaluation (Penilaian Sumatif)
Penilaian
sumatif diarahkan pada pengukuran seberapa jauh hasil belajar utama dicapai
pada akhir seluruh pembelajaran, dapat juga berupa kegiatan menindaklanjuti
siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran untuk menentukan
apakah dan bagaimana ia menggunakan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang dipelajarinya dalam program pembelajaran.
14. Support Services (Pelayanan Pendukung)
Pelayanan
pendukung meliputi ketersediaan anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan,
kemampuan staf, pengajar, perancang pembelajaran, pakar, dan lain sebagainya.
D. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN PEMBELAJARAN DENGAN MODUL
Berdasarkan
konsep pendidikan kesetaraan yang fleksibel terhadap waktu belajar dan tempat
belajar. Dengan demikian, modul sangat tepat dan dapat memberikan keuntungan
kepada warga belajar. Selain itu alasan yang paling mendasar adalah
pengembangan ini menggunakan model Dick, Carey dan Carey. Dick dkk (2001)
merekomendasikan bahwa pengembangan materi pembelajaran harus berupa bahan
pembelajaran individu. Nasution (1997) mengemukakan beberapa
keuntungan–keuntungan pembelajaran dengan modul sebagaimana berikut ini;
1. Memberikan umpan balik segera
Modul dapat
memberikan umpan balik segera sehingga pebelajar mengetahui kekurangan mereka
dan segera melakukan perbaikan sendiri. Walaupun individu berbeda kecepatan
(slow dan advance) tetapi pebelajar memiliki kesempatan menyelesaikan
pembelajaran dengan kemampuannya sendiri tentunya dengan kondisi yang tepat
pula (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001). Ditambahkan oleh Nasution (1997), Modul
memberikan warga belajar waktu yang cukup untuk menguasai bahan.
2. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas sehingga terarah ke tujuan
Dalam modul
ditetapkan tujuan pembelajaran yang jelas sehingga kinerja warga belajar jelas
dan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran. Bukan hanya tujuan saja
(Morrison, Ross, dan Kemp, 2001) menyatakan tujuan dan sumber ditetapkan dengan
extra hati-hati dan sesuai dengan karakteristik pembelajar.
3. Menerapkan pembelajaran yang sistematis
Pembelajaran yang sistematis dan teratur menumbuhkan motivasi. Pengembangan modul yang didesain menarik, mudah untuk dipelajari, dan dapat menjawab kebutuhan tentu akan menumbuhkan motivasi warga belajar. Morrison, Ross, dan Kemp (2001) menyatakan bahwa pembelajaran individu dapat menumbuhkan kebiasaan belajar, tanggungjawab bekerja dan prilaku pribadi.
4. Modul bersifat fleksibel.
Modul fleksibel karena materi modul dapat dipelajari oleh warga belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda (Nasutin, 1997), sumber belajar pun dapat ditambahkan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001).
5. Kerja sama terjalin dan persaingan dapat diminimalisir
Kerja sama dapat terjalin karena dengan modul persaingan dapat diminimalisir dan setiap warga belajar berusaha mencapai yang terbaik serta kerjasama juga terjalin antara pebelajar dan pembelajar (Nasution, 1997). Selain itu, pengembang modul ini juga berkeyakinan bahwa melalui instruksi atau strategi belajar berpasangan (in pairs) dan berkelompok, kerja sama dapat terjalin antar warga belajar.
6. Waktu untuk remedi cukup tersedia
Remedi dapat
dilakukan karena modul memberikan kesempatan yang cukup. Berdasarkan evaluasi
yang diberikan, warga belajar dapat menemukan sendiri kelemahannya. Perbaikan
atau remedi dilakukan hanya terhadap kesalahan, sehingga remedi dapat efektif
dan efisien.
Selain
pebelajar, pembelajar juga mendapatkan beberapa keuntungan dengan menggunakan
modul, beberapa diantaranya dikemukakan oleh Nasution (1997).
Keuntuangan
modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:
- Rasa kepuasan karena setiap warga belajar dapat belajar sesuai dengan kapasitasnya dan terjamin
- Bantuan lebih personal, (Morrison dkk, 2001) menyatakan pembelajar dapat memberikan perhatian secara individual dengan demikian perhatian dan bantuan akan lebih effektif;
- Remedi dapat diberikan secukupnya
- Bebas dari pekerjaan rutin yang mungkin membosankan
- Bahan tidak mubasir karena modul dapat digunakan kapanpun dan setiap sekolah dapat saling berbagi menggunakan satu modul
- Tugas profesi membaik, karena pembelajar dapat merefleksikan dan terangsang dengan munculnya beberapa pertanyaan; bagaimana warga belajar melakukan pembelajaran? dan bagaimana pembelajar memperbaiki proses? Pembelajaran modul dengan metode belajar individu tidak lepas dari kelemahan-kelemahan.
Kelemahan modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:
- Interaksi antara pembelajar dan pebelajar berkurang sehingga perlu jadwal tatap muka atau kegiatan kelompok
- Pendekatan tunggal menyebabkan monoton dan membosankan karena itu perlu permasalahan yang menantang, terbuka dan bervariasi
- Kemandirian yang bebas, menyebabkan pebelajar tidak disiplin dan menunda mengerjakan tugas karena itu perlu membangun kultur belajar dan batasan waktu;
- Perencanaan harus matang, memerlukan kerja sama tim, memerlukan dukungan fasilitas, media, sumber dan lainnya
- Persiapan materi memerlukan biaya yang lebih mahal bila dibandingkan dengan metode ceramah.
No comments:
Post a Comment